Benih Perkebunan

Hal yang Membuat UMKM Perbenihan Perkebunan Gulung Tikar

Banyak yang beranggapan bahwa usaha perbenihan dapat mengalami kegagalan karena perubahan pasar, terutama pemotongan anggaran karena kebijakan pemerintah. Mengingat produsen benih tanaman perkebunan adalah program pemerintah. Fakta menunjukkan tidak demikian.

Meskipun perubahan preferensi pasar dan kebijakan dapat membuat usaha perbenihan perkebunan gulung tikar dalam satu malam, namun nyatanya bukan hal ini yang membuat banyak usaha perkebunan bangkrut. Ada beberapa faktor internal yang menjadikan usaha perbenihan beresiko.

Pertama, tidak mengikuti aturan. Pada tahun 2016 banyak usaha penangkar yang membibitkan vanili tidak bersertifikat karena saat itu kebutuhan untuk bahan tanaman melonjak dampak dari harga vanili yang booming. Saat diarahkan untuk mengurus legalitas umumnya UMKM tersebut bereaksi dan dianggap bahwa hal tersebut adalah bentuk pembatasan pemerintah bagi usaha kecil untuk berkembang. Lalu apa yang terjadi saat ini, usaha yang sempat menjamur tersebut sekarang raib entah kemana. Sementara penangkar yang bersedia mengikuti aturan, saat ini tetap eksis dan menikmati keuntungan yang berkelanjutan. Cara berpikir instant membuat penangkar mencari jalan pintas, namun bisnis perbenihan bersifat jangka panjang yang menuntut pemenuhan berbagai ketentuan.

Kedua, keserakahan. Usaha perbenihan sangat unik, sifatnya sangat kolektif. Bisnis perbenihan akan berkelanjutan ketika produsen bisa saling bekerjasama karena faktanya penyedia benih itu terbatas, dan diperlukan relasi yang harmonis dengan pengguna benih dalam hal ini petani atau perusahaan. Mengingat perdagangan bahan tanam perkebunan akan sangat berkaitan dengan trust. Hanya saja ketika ada satu atau 2 penangkar yang berusaha meraup seluruh kue bisnis, sekedar mencari keuntungan sebesar-besarnya, dan melupakan hubungan saling mendukung dengan pekebun maka di situlah titik lemahnya. Ada suatu masa ketika penangkar terorganisir dalam sebuah asosiasi, manfaat dirasakan secara merata. Namun ketika ada beberapa penangkar besar mencoba memonopoli, masalah terjadi, keuntungan biasanya naik dalam 1 atau 2 tahun, ketika ada yang dirugikan melakukan reaksi maka ketika itu omzet segera terjun payung ditambah berbagai cost pasca timbunya masalah. Belum lagi keuntungan sesaat  yang diperoleh membuat seorang pengusaha perbenihan menjadi ceroboh dan meningkatkan jumlah bibitnya serampangan. Lalu saat terjadi perubahan pasar, kerugian akibat bibit tidak laku terjadi.

Ketiga, tidak mengendalikan diri. Tahun 2018 sampai dengan 2020 sempat menjadi tahun emas bisnis perbenihan untuk beberapa komoditas. Mendadak banyak pengusaha benih kaya raya seperti penangkar sawit, kelapa atau tebu karena adanya penataan dan pertumbuhan pasar. Bukannya memilih berinvestasi atau berbagi, banyak pelaku usaha perkebuan tersebut menghabiskan keuntungannya untuk kegiatan konsumtif. Ironisnya beberapa dari pengusaha tersebut sekarang malah terpuruk ketika pasar masih cukup bagus. Bisnis perbenihan memiliki sisi yang bisa membuat shock. Yakni bisa memberikan keuntungan yang besar dalam waktu singkat. Hanya saja pengusaha yang secara mental belum matang kondisi tersebut menciptakan boomerang. Banyak UMKM yang akhirnya jatuh karena perubahan gaya hidup mengikut pendapatan. Mendadak suka hura-hura, berfoya-foya. Ia lupa ada masanya usahanya akan goyang dan ia tidak cukup uang untuk survive.

Keempat, menjual bibit ilegal. Ini adakalanya dampak dari keserahakan atau gaya hidup yang membuat cost living menjadi tinggi.  Untuk menutupi besarnya biaya tersebut adakalanya penangkar melakukan tindakan illegal seperti mencampur-campur bibit, atau menjual bibit asalan demi mendapatkan keuntungan besar. Jika ini terjadi siap-siap mengalami kerugian yang paling akhir yakni gulung tikar dan sanksi hukum. Sekali terindentifikasi maka pengusaha tersebut akan kehilangan banyak uang menghadapi  kasus hukum. Kasus ini lazim terjadi pada penangkar penyedia bibit untuk pemerintah. Ironisnya kejadian ini sudah memakan banyak korban dan anehnya selalu diulangi oleh pelaku yang baru.

Jadi bagi para pengusaha perbenihan penting untuk menata internal sebelum menghadapi kondisi eksternal. Membangun jejaring dengan pelaku usaha dan pekebun adalah hal yang krusial. Serta tidak lupa mengendalikan diri dan tetap bersyukur untuk segala keberhasilan. Miliki kecerdasan finansial dan pengetahuan investasi untuk menghadapi naik turun usaha.

Sementara buat calon pengguna benih, pastikan bermitra dengan produsen benih yang bersedia membina pekebun, dan memiliki track record yang baik. Pengusaha benih yang serakah dengan gaya hidup tidak wajar berpotensi menyediakan bibit tidak bermutu.